Dalam dunia sub-atomik, hukum fisika tidak lagi merupakan suatu kepastian, tetapi gerak partikel ini diatur oleh suatu konsep probabilitas. Pandangan terakhir ini yang menyangkut indeterminisme menimbulkan kontroversi.
Partikel dasar adalah partikel yang; partikel lainnya yang lebih besar terbentuk. Contohnya, atom terbentuk dari partikel yang lebih kecil dikenal sebagai elektron, proton, dan netron. Proton dan netron terbentuk dari partikel yang lebih dasar dikenal sebagai quark. Salah satu masalah dasar dalam fisika partikel adalah menemukan elemen paling dasar atau yang disebut partikel dasar, yang membentuk partikel lainnya yang ditemukan dalam alam, dan tidak lagi terbentuk atas partikel yang lebih kecil.
Dalam fisika kuantum, radiasi adalah zarah (partikel sub atom, partikel terkecil dan terhalus). Zarah yang bisa menempati suatu titik secara bersama-sama, disebut boson. Zarah yang individualis, tidak mau bersama-sama, disebut fermion. Tapi, gabungan fermion berjumlah genap jadi boson, sedangkan gabungan boson tetap boson. Aneh bin rumit memang.
Fisikawan abad ke-20 merasa takjub ketika dasar-dasar pandangan dunia mereka terguncang oleh pengalaman baru dari realitas atom, dan mereka menggambarkan pengalaman ini dalam istilah-istilah yang sangat mirip dengan yang digunakan oleh para Sufi. Heisenberg menulis: “… perkembangan terakhir di fisika modern hanya dapat dimengerti ketika seseorang menyadari bahwa di sini dasar-dasar fisika sudah mulai bergerak; dan bahwa gerakan ini telah menyebabkan perasaan bahwa ini telah memotong dasar dari ilmu pengetahuan.” Penemuan fisika modern ini mengharuskan perubahan mendasar dari konsep-konsep seperti ruang, waktu, materi, objek, sebab dan akibat, dll.
Dalam teori Kuantum setiap keadaan partikel (posisi, momentum, energi dst.) dihubungkan berdasarkan suatu eksperimen. Ketika formulasi telah dirumuskan maka perilaku partikel dapat diprediksi. Schrödinger menunjukkan bahwa perilaku partikel dapat ditunjukkan oleh sebuah persamaan matematis gelombang. Namun persamaan ini tidak memberi informasi apa-pun tentang keadaan partikel sebelum suatu eksperimen benar-benar dilakukan, dengan perkataan lain persamaan tersebut meramalkan dua hasil kemungkinan secara sepadan.
Dalam suatu percobaan celah ganda, tampak bahwa hasil pengamatan tergantung kepada cara eksperimen dilakukan. Partikel tersebut tidak punya sifat “asli”.
Oleh para Fisikawan konsekuensi indeterminisme ini biasanya dilukiskan secara dramatis dalam sebuah “eksperimen” yang dikenal dengan kucing Schrodinger (Dewitt, 1970). Bisa dalam dua keadaan skizofrenik sekaligus: yaitu “hidup yang juga mati, mati yang juga hidup”. Jelas sekali bahasa metafora yang digunakan disini, dari ketidakmampuan sang fisikawan untuk menerangkan keadaan “yang sesungguhnya” terjadi. Namun hal tersebut seperti keadaan partikel yang bisa sekaligus gelombang merupakan konsekuensi pengembangan teori Kuantum.
Albert Einstein sendiri sangat tidak nyaman dengan konsekuensi terakhir ini. Meskipun pada masa mudanya Einstein turut serta dalam membangun teori Kuantum (pada kasus efek fotolistrik) namun Einstein tua justru merupakan seorang penentang konsekuensi filosofis teori Kuantum, sampai-sampai dia berucap “Tuhan tidak bermain dadu”. Dalam debat melawan Bohr dan kawan-kawan, argumentasi Einstein tentang determinisme selalu dapat dipatahkan. Sehingga sampai saat ini teori Kuantum yang meskipun “agak edan” tetapi terbukti merupakan teori yang dapat menerangkan dunia mikroskopis dan mempunyai manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Ibnu Arabi dalam Fushush al-Hikam menyatakan:
"Kosmos berdiri di antara alam dan al Haqq, dan antara wujud dan non eksisteni. Ia bukan murni wujud dan bukan murni non-eksistensi. Maka dari itu kosmos sepenuhnya tipuan, dan kalian membayangkan bahwa ini al Haqq, namun sebetulnya bukan al Haqq. Dan kalian membayangkan bahwa ini makhluk, namun ini bukan makhluk". Bahasa Rumi “Tempatku tanpa tempat, jejakku tanpa jejak” atau ungkapan Ibnu Arabi tersebut sangat memiliki kemiripan dengan Mekanika Kuantum yang juga mengungkapkan tentang “hidup yang juga mati, mati yang juga hidup”. Jelas sekali bahasa metafora yang digunakan disini.
Selanjutnya dalam kerangka teori relativitas juga dimungkinkan dibuat suatu kerucut ruang-waktu: masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang. Dalam hal ini –secara matematik– ada bagian yang berada di luar kerucut ruang waktu ini, sehingga dapat dikatakan di luar dunia fisik ini yang kita tempati ini masih ada kemungkinan “dunia lain”. Hal ini juga didukung oleh teori Kuantum yang menawarkan many worlds interpretation atau interpretasi banyak dunia yang diungkapkan oleh Everett pada tahun 1957. Artinya alam semesta yang kita tempati ini bukan satu-satunya. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Rumi tentang hati yang bisa menuju “Pintu-pintu ke dunia lain.”
Para ahli astrofisika modern telah menghitung bahwa setidaknya ada 15 trilyun galaksi sejak permulaan penciptaan —big bang— dan galaksi-galaksi tersebut dalam kosmos mengikuti suatu siklus seperti yang dijelaskan oleh sufi yaitu kelahiran, pertumbuhan, kematian dan pembangkitan kembali. Bintang-bintang, seperti manusia, tidak pernah sebenarnya mati, namun beberapa bahan dasar seperti besi, karbon, oksigen dan nitrogen secara terus-menerus didaur-ulang dalam ruang sebagai debu kosmis, bintang baru, tanaman dan kehidupan. Semua dalam alam semesta yang berekspansi terdiri dari energi, dan energi secara sederhana berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain untuk selanjutnya naik menuju (cosmic ascent) Yang Maha Pencipta.
Pencarian padanan antara sufisme dan Fisika modern dapat terus dilakukan terutama dalam masalah yang berkaitan dengan semesta lain, dunia ghoib, pengkerutan waktu, ketidakpastian, “hidup tetapi mati”, kesadaran dapat memengaruhi materi, “ada tetapi tidak ada”, siklus kehidupan dan asal usul semesta.Beberapa hal dapat dengan mudah dapat dicerna, namun lebih banyak lagi yang merupakan bahasa metafora karena susahnya menuliskan realitas yang sesungguhnya. Mungkinkah kesulitan ini karena keterbatasan bahasa manusia atau keterbatasan kemampuan logis manusia?
Kita biarkan pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang tidak terjawab, namun mengikuti “semangat teori Kuantum” yang maju terus memberikan kontribusi penting pada peradaban manusia meskipun telah meninggalkan Einstein dalam kegelisahan interpretasi.
Sudah beratus-ratus tahun terbukti secara empiris bahwa para sufi mampu menggunakan suatu jenis energi metafisik yang berasal dari Yang Maha Kuasa untuk berbagai keperluan seperti penyembuhan sakit fisik dan non fisik. Melakukan teleportasi dan berada di lebih satu tempat sekaligus. Para sufi memperoleh kemampuannya dengan sepenuhnya melakukan kepasrahan kepada Yang Maha Suci. Kini para fisikawan dan para sufi dapat melakukan penjelasan hal ini karena memang dimungkinkan dalam teori Kuantum bahwa kesadaran dapat memengaruhi materi (mind over matter).
Hal ini hanya merupakan salah satu contoh manfaat real untuk kemanusiaan. Masih banyak lagi yang serba mungkin.
Sufisme dan Fisika kini telah bertemu, dan menempuh perjalanan membuka tabir rahasia alam dan kehidupan. Telah lahir sebuah embrio keilmuan baru: Sufisika - Sufi Way-Fisika.
"Aku adalah kehidupan dari yang kucintai,
Tempatku tanpa tempat, jejakku tanpa jejak,
Bukan raga atau jiwa; semua adalah kehidupan dari yang kucintai," ungkap Jalaluddin Rumi.
Referensi:
- Muhyiddin Ibn al-Arabi, Fusus Al-Hikam, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh ‘Aisha ‘Abd al-Rahman at-Tarjumana, Diwan Press, 1980.
- Henry. P. Stapp, Mindful Universe:Quantum Mechanics and The Participating Observer, Springer-Verlag, Berlin, 2007.
- AK Scott, Sufisme and New Physics, Sufisme, 8 No. 1, 29-33, 1997
- Ibrahim B. Syed, Sufism and Quantum Physics, Etudes orientales Nos 23/24, 2005.
- Wikipedia.
- Berbagai Literatur Sufi dan Fisika.
(Sumber : Muklis Gumilang On Facebook)
Post A Comment: