Apakah yang memisahkan kehidupan nyata dengan mimpi ? Jika kita dengan mudah dapat hidup dalam "dunia tak nyata" selama bermimpi, hal yang sama dapat terjadi di dunia yang kita diami. Ketika kita terbangun dari sebuah mimpi, kitai berpikir bahwa kita kembali ke "kehidupan nyata". Anggapan bahwa mimpi adalah khayalan dan dunia sadar adalah dunia sesungguhnya, merupakan kebiasaan dan praduga.
Manusia tidak hanya memilik tubuh fisik yang nyata, tetapi tubuh astral (fluidal) yang halus dan tidak kelihatan. Penelitian juga menemukan bahwa tubuh astral bisa berada di luar tubuh fisik.
Sarjana kimia Carl Freiherr v Reichenbach (1788-1869) mengadakan 13.000 percobaan dengan 100 orang dikamar gelap selama 10 tahun. Ia berhasil membuktikan bahwa orang orang dalam kegelapan itu memancarkan sinar halus. Penelitian itu ditertawai orang, tetapi kemudian diperkuat oleh sarjana Prancis, Motandon (1927) dan de Rochas menegaskan tubuh astral merupakan tubuh primer yang mengatasi kematian.
Adanya tubuh astral juga sudah diajarkan oleh Theophrastus Paracelsus (1493-1541) sarjana tersohor dalam bidang alam dan kedokteran. Kemudian Valentin Kirlian berhasil memotret sinar-sinar yang keluar dari tubuh manusia dan dinamakannya aura. Bahwa semua makhluk berhayat memilik tubuh energetis yang disebut bioplasma.
Teori Quantum yang diungkapkan oleh Max Planck (1858-1947) , Neil Borh (1885-1962) dan Wener Heisenberg (1901-1976) mengatakan bahwa Quantum adalah bagian elementer terkecil, bersifat gelombang energi atau korpuskel.
Energi Quantum bukan linier memanjang sambung menyambung tetapi loncatan Quantum. Materi akhirnya tidak ketat, tetapi merupakan lingkaran daya dari bagian bagian energi terkecil. Faham fisika Quantum ini membuat pengertian bahwa kematian tubuh ketat-fisik belum tentu merupakan kematian manusia secara menyeluruh.
Bisa saja suatu saat kita dibangunkan dari kehidupan di bumi — yang kita anggap hidup kita yang sekarang — sebagaimana kita dibangunkan dari sebuah mimpi. Titik awal pendekatan ini adalah bahwa "dunia luar" yang terbentuk dalam persepsi kita hanya sebuah respons yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris.
Kita ini sebenarnya adalah “pesawat penerima” yang mengambang melalui suatu lautan frekuensi kaleidoskopik, dan apa yang kita ambil dari lautan ini dan terjemahkan menjadi realitas fisikal hanyalah satu channel saja dari sekian banyak yang diambil dari superhologram itu.
Paradigma holografik juga mempunyai implikasi bagi sains-sains “keras” seperti biologi. Keith Floyd, seorang psikolog di Virginia Intermont College, mengatakan bahwa jika realitas yang konkrit tidak lebih dari sekadar ilusi holografik, maka tidak benar lagi pernyataan yang mengklaim bahwa otak menghasilkan kesadaran. Alih-alih, justru kesadaranlah yang menciptakan perwujudan dari otak– termasuk juga tubuh dan segala sesuatu di sekitar kita yang kita tafsirkan sebagai fisikal.
Sesungguhnya, salah satu hal paling mengherankan tentang proses berpikir manusia adalah bahwa setiap butir informasi tampaknya dengan seketika berkorelasi-silang dengan setiap butir informasi lain– ini merupakan sifat intrinsik dari hologram. Oleh karena setiap bagian dari hologram saling berhubungan secara tak terbatas satu sama lain, ini barangkali merupakan contoh terbaik dari alam tentang suatu sistem yang saling berkorelasi.
Jika semua kejadian fisik yang kita ketahui, pada hakikatnya adalah persepsi virtual, bagaimana dengan otak kita? Karena otak kita adalah bagian dari dunia fisik seperti halnya lengan, kaki atau objek lain, maka otak pun seharusnya merupakan persepsi virtual seperti semua objek lainnya.
Ketika otak dianalisa, yang ditemukan hanya lipida dan protein, molekul yang juga terdapat pada organisme lain. Berarti di dalam sepotong daging yang kita sebut "otak", tidak ada apa pun yang dapat digunakan untuk mengamati citra, membangun kesadaran atau mencipta seseorang yang kita sebut "saya". Siapa gerangan "saya" kalau begitu ?
Bahwa sesuatu yang berpikir, melihat, mendengar dan merasa adalah jatidiri sejati. Jatidiri sejati ini "hidup" dan dia bukan materi atau citra materi. Wujud non-jasadi ini berhubungan dengan segala persepsi duniawi dengan menggunakan citra tubuh kita.
Wujud non-jasadi ini adalah "jiwa".
Pada tingkatan yang lebih dalam, realitas merupakan semacam superhologram yang di situ masa lampau, masa kini, dan masa depan semua ada (berlangsung) secara serentak. Ini mengisyaratkan bawah dengan peralatan yang tepat mungkin di masa depan orang bisa menjangkau ke tingkatan realitas superholografik itu dan mengambil adegan-adegan dari masa lampau yang terlupakan.
(Sumber : Muklis Gumilang On Facebook)
Post A Comment: