Pada aspek lumpur pemboran berdasarkan hasil dari perhitungan diketahui bahwa besarnya perbedaan tekanan (DP) antara Ph dan Pf adalah 30.503 psi. Berdasarkan ketentuan dari H.C.H. Darley, bahwa batas perbedaan antara tekanan hidrostatik dan tekanan formasi yang diijinkan yaitu ΔP ≤ 200 psi, sehingga pada rangkaian terjepit I sumur ASDJ-81ST tidak terjadi differential pipe sticking.
Pada aspek lithologi formasi berdasarkan data operasi pemboran dan hasil dari side wall coring yang dilakukan pada formasi dan lapisan yang ditembus selama operasi pemboran berlangsung antara lain yaitu batu lempung (claystones), batu bara (coals), batu pasir (sandstones), batu serpih (siltstones). Berdasarkan data-data yang diperoleh dari mud logging dapat disimpulkan bahwa terjadinya problem rangkaian terjepit I pada kedalaman 596 m (1955.375 ft) terdapat pada lapisan siltstones bercampur coals seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4. (BAB IV), dimana lapisan siltstones bercampur coals bersifat porous permeable, serta tingkat kompaksi batuan pada lapisan ini rendah sehingga kemungkinan terjadinya pipa terjepit karena formasinya mudah gugur jika mud properties yang digunakan maupun operasional pemboran yang dilakukan tidak tepat.
Terjadinya problem pipa terjepit pada kedalaman 596 m (1955.375 ft) diawali dengan terjadinya loss circulation yang diperkirakan pada kedalaman 634 m (2080.052 ft) - 907 m (2975.721 ft), yaitu pada lapisan siltstones, yang terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa bor (pull out of hole), dimana problem loss circulation ini disebabkan oleh kenaikan tekanan hidrostatik lumpur pemboran secara tiba-tiba sebagai akibat dari surge effect yang menekan dan merekahkan formasi batuan yang terjadi karena operasional mencabut rangkaian pipa bor (pull out of hole) yang terlalu cepat melebihi batas kecepatan cabut rangkaian pipa bor yang diijinkan yaitu melebihi 60 ft per menit.
Loss circulation tersebut mengakibatkan penurunan tinggi kolom lumpur pemboran pada lubang annulus sehingga lumpur tidak bisa menahan dinding lubang bor yang mudah runtuh yang terdapat pada lapisan caving coals, dimana caving coals ini bersifat mudah gugur karena memiliki tingkat kompaksi batuan yang cukup rendah, sehingga guguran dari caving coals ini bisa menyebabkan rangkaian pipa bor terjepit. Loss circulation tersebut juga mengakibatkan tidak bisa dilakukannya sirkulasi lumpur yang menyebabkan cutting tidak terangkat dan mengendap pada lubang bor sehingga pada rangkaian terjepit I juga disebabkan oleh pengendapan cutting yang menyumbat lubang bor.
Upaya penanggulangan loss circulation ini dilakukan dengan menurunkan rate dan tekanan pompa, serta dengan menurunkan mud weight dari 9.4 ppg menjadi 9.0 ppg, dan juga dengan melakukan sirkulasi menggunakan LCM (Lost Circulation Material), akan tetapi problem loss circulation tersebut tidak berhasil diatasi sehingga dilakukan back off pada rangkaian terjepit I dan untuk selanjutnya dilakukan operasi pemboran trayek 12¼” side track drilling.
Pada aspek geometri lubang bor yang sangat berpengaruh adalah dog leg yaitu pada saat pembentukan arah lubang bor pada operasi pemboran berarah, apabila besarnya dog leg survey melebihi dog leg severity pada beberapa titik interval kedalaman maka bisa menyebabkan terjadinya problem key seat. Pada rangkaian terjepit I aspek geometri lubang bor ini tidak diperhitungkan karena rangkaian terjepit I terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa pemboran trayek 12¼” vertical drilling dari kedalaman 907 m (2975.721 ft).
Pada aspek rangkaian pipa pemboran terdapat beberapa hal yang perlu diperhitungkan, diantaranya adalah tentang penggunaan komponen rangkaian dari BHA yaitu seperti penggunaan rangkaian alat pemutar dan penggunaan drillcollar, dimana penggunaan drillcollar ini meliputi ukuran dari drillcollar serta pemilihan dari drillcollar itu sendiri, dan selain daripada itu pemakaian stabilizer juga sangat berpengaruh untuk menahan rangkaian dari drillstring agar tetap stabil. Pada saat terjadinya problem rangkaian terjepit I rangkaian pipa pemboran yang digunakan adalah 4×DC 8” + Jar + 8×DC 6¼” + 15×HWDP + DP 5” XOH, dan rangkaian pipa pemboran yang terdapat pada kedalaman 596 m (1955.375 ft) adalah HWDP, sehingga besar kemungkinan pada saat terjadinya problem rangkaian terjepit I ini rangkaian pipa pemboran terjepit pada HWDP.
Pada aspek parameter pemboran yang perlu diperhitungkan adalah dari weight on bit itu sendiri, pengaruhnya adalah apabila terjadi pemberian WOB yang terlalu besar, maka ada kemungkinan terjadinya problem pipa terjepit ini, dimana apabila besarnya WOBactual yang melebihi harga WOBmax, maka ada kemungkinan terjadinya pipa terjepit ini akibat dari bit yang terperosok kedalam formasi yang lunak. Pemberian harga WOB tersebut juga harus memperhitungkan formasi yang ditembus, sehingga bisa merencanakan besarnya WOB yang sesuai agar tidak terjadi problem pipa terjepit. Pada rangkaian terjepit I aspek parameter pemboran ini tidak diperhitungkan karena rangkaian terjepit I terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa bor trayek 12¼” vertical drilling dari kedalaman 907 m (2975.721 ft), sehingga analisa penyebab terjadinya rangkaian terjepit I ini yang ditinjau dari aspek parameter pemboran bukan akibat dari terperosoknya bit.
1.2. Mekanisme Jepitan Rangkaian Terjepit II
Pada aspek lumpur pemboran berdasarkan hasil dari perhitungan diketahui bahwa besarnya perbedaan tekanan (DP) antara Ph dan Pf adalah 20.884 psi. Berdasarkan ketentuan dari H.C.H. Darley, bahwa batas perbedaan antara tekanan hidrostatik dan tekanan formasi yang diijinkan yaitu ΔP ≤ 200 psi, sehingga pada rangkaian terjepit II sumur ASDJ-81ST tidak terjadi differential pipe sticking.
Pada aspek lithologi formasi berdasarkan data operasi pemboran dan hasil dari side wall coring yang dilakukan pada formasi dan lapisan yang ditembus selama operasi pemboran berlangsung antara lain yaitu batu lempung (claystones), batu bara (coals), batu pasir (sandstones), batu serpih (siltstones). Berdasarkan data-data yang diperoleh dari mud logging dapat disimpulkan bahwa terjadinya rangkaian terjepit II pada kedalaman 395 m (1294.455 ft) MD terdapat pada lapisan siltstones bercampur coals, yang terjadi pada saat proses rangkaian pipa pemboran diangkat dari lintasan side track lubang bor (pull out of hole), dimana lapisan siltstones bercampur coals bersifat porous dan permeable, serta tingkat kompaksi dari batuan pada lapisan ini rendah sehingga kemungkinan terjadinya pipa terjepit karena formasinya mudah gugur jika mud properties yang digunakan maupun operasional pemboran yang telah dilakukan tidak tepat. Mud properties yang digunakan maupun operasional pemboran yang telah dilakukan tidak tepat karena tidak bisa mengangkat cutting coals secara optimum kepermukaan, dimana cutting yang perlahan mengendap dilubang bor ini menyumbat lubang bor dan menyebabkan rangkaian pipa pemboran terjepit, sehingga besar kemungkinan problem pipa terjepit pada rangkaian terjepit II ini yang terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa pemboran trayek 12¼” side track drilling disebabkan oleh endapan cutting didalam lubang bor yang tidak optimum terangkat ke permukaan dan menjepit rangkaian pipa pemboran.
Pada aspek geometri lubang bor yang sangat berpengaruh adalah dog leg, apabila besarnya dog leg survey melebihi dog leg severity pada beberapa titik kedalaman bisa menyebabkan terjadinya mekanisme pipa terjepit yaitu key seat. Berdasarkan hasil perhitungan dari besarnya dog leg severity interval kedalaman 392.08 m (1286.35 ft) MD - 564.78 m (1852.95 ft) MD yang dapat dilihat pada Tabel IV-13 (BAB IV), menunjukkan bahwa tidak terjadi adanya key seat, karena besarnya harga dog leg survey pada interval kedalaman 392.08 m (1286.35 ft) MD - 564.78 m (1852.95 ft) MD tidak melebihi harga dog leg severity pada interval kedalaman tersebut, sehingga terjadinya pipa terjepit pada rangkaian terjepit II kedalaman 395 m (1295.900 ft) MD tersebut tidak disebabkan oleh adanya key seat.
Pada aspek rangkaian pipa pemboran terdapat beberapa hal yang perlu diperhitungkan, diantaranya adalah tentang penggunaan komponen rangkaian dari BHA yaitu seperti penggunaan rangkaian alat pemutar dan penggunaan drillcollar, dimana penggunaan drillcollar ini meliputi ukuran dari drillcollar serta pemilihan dari drillcollar itu sendiri, dan selain daripada itu pemakaian stabilizer juga sangat berpengaruh untuk menahan rangkaian dari drillstring agar tetap stabil. Pada saat terjadinya problem rangkaian terjepit II rangkaian pipa pemboran yang digunakan adalah A962M5640XP (1.5ᵒ) + Float Sub + 11⅛” String Stabilizer (2 Joints) + 8” SNMDC + Slim-Pulse Bat. On Bottom + 8” NMDC + 6⅝×4” XOS + 10×4½” HWDP + 4”×4½” XOS + Hydro-Mechanical Jar + 4½”×4” XOS + 5×4½” HWDP + 4½” 16.60 DPE New, dan rangkaian pipa pemboran yang terdapat pada kedalaman 395 m (1295.900 ft) adalah HWDP, sehingga besar kemungkinan saat terjadinya problem rangkaian terjepit II ini rangkaian pipa pemboran terjepit pada HWDP.
Pada aspek parameter pemboran yang perlu diperhitungkan adalah dari weight on bit itu sendiri, pengaruhnya adalah apabila terjadi pemberian WOB yang terlalu besar, maka ada kemungkinan terjadinya problem pipa terjepit ini, dimana apabila besarnya WOBactual yang melebihi harga WOBmax, maka ada kemungkinan terjadinya pipa terjepit ini akibat dari bit yang terperosok kedalam formasi yang lunak. Pemberian harga WOB tersebut juga harus memperhitungkan formasi yang ditembus, sehingga bisa merencanakan besarnya WOB yang sesuai agar tidak terjadi problem pipa terjepit. Pada rangkaian terjepit II aspek parameter pemboran ini tidak diperhitungkan karena rangkaian terjepit II terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa trayek 12¼” side track drilling dari kedalaman 584 m (1916.010 ft), sehingga analisa penyebab terjadinya rangkaian terjepit II ini yang ditinjau dari aspek parameter pemboran bukan akibat dari terperosoknya bit.
2. Analisa Penanggulangan Problem Pipa Terjepit Sumur ASDJ-81ST
Berbagai usaha dilakukan untuk menanggulangi terjadinya problem pipa terjepit pada sumur ASDJ-81ST sehingga operasi pemboran sumur ASDJ-81ST dapat dilanjutkan kembali, usaha-usaha yang telah dilakukan tersebut antara lain meliputi penentuan letak titik jepit, penentuan free point indicator, serta sirkulasi dan regang lepas. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing usaha yang telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya problem pipa terjepit pada rangkaian terjepit I dan rangkaian terjepit II, dan diharapkan dari hasil analisa yang telah dilakukan dapat menjadi bahan acuan untuk rekomendasi pada operasi pemboran selanjutnya pada lapangan JOB Pertamina-Talisman (OK) Ltd.
2.1. Analisa Penanggulangan Rangkaian Terjepit I
2.1.1. Penentuan Letak Titik Jepit
Penentuan letak titik jepit ini dilakukan dengan metode tarikan (stretch method), yaitu pada rangkaian terjepit I ini dilakukan mula-mula dengan menarik rangkaian drillstring dengan overpull sebesar 25-30 klbs, lalu ditarik lagi dengan overpull sebesar 50-75 klbs, kemudian ditarik lagi dengan overpull yang lebih besar yaitu 100-200 klbs, dan akibat dari tarikan ini rangkaian drillstring tersebut mengalami perpanjangan sebesar 9.15”.
Pada hasil perhitungan diketahui bahwa letak titik pipa terjepit berada di 399.903 m (1312.02 ft) sedangkan panjang drillpipe pada kedalaman 596 m (1955.375 ft) adalah 298.52 m (979.3963 ft), jadi letak titik pipa terjepit tersebut berada dibawah drillpipe dan letaknya kemungkinan berada pada HWDP.
Besarnya overpull yang telah dilakukan sebesar 200 klbs pada problem rangkaian terjepit I tidak bisa mencabut rangkaian pipa pemboran yang terjepit karena besarnya overpull yang telah diberikan lebih kecil dari berat beban tarikan drillstring yaitu sebesar 243.424 klb, dan dari perhitungan besarnya tarikan yang direkomendasikan yaitu 365.136 klb untuk dapat menarik berat rangkaian terjepit I, dan yang perlu diperhatikan adalah tarikan rekomendasi tidak boleh lebih besar atau sama dengan tarikan maksimum yang diijinkan (476.646 klb), karena dengan asumsi bahwa rangkaian dari drillstring telah digunakan berulang kali sehingga kekuatan drillstring pasti telah berkurang dan bisa menyebabkan rangkaian putus.
Penentuan letak titik jepit pada rangkaian terjepit I menggunakan metode tersebut hasilnya merupakan suatu pendekatan saja, dan untuk lebih tepatnya sebaiknya menggunakan FPIT (Free Point Indicator Tools). JOB PertaminaTalisman (OK) Ltd menggunakan jasa Schlumberger untuk penentuan letak titik jepit menggunakan FPIT pada problem rangkaian terjepit I sumur ASDJ-81ST.
Metode penentuan letak titik jepit pada rangkaian terjepit I sumur ASDJ81ST menggunakan FPIT dilakukan dengan mengukur torque dan stretch pada rangkaian terjepit I. Penentuan letak titik jepit menggunakan metode ini dilakukan dengan melihat persentase pemberian torque dan stretch, dimana letak titik jepit berada pada rangkaian yang mendekati pembacaan 0% dari harga torque dan stretch karena pembacaan 0% tersebut mengindikasikan bahwa pada rangkaian tersebut tidak terpengaruh akibat adanya torque dan stretch yang diberikan. Pada Gambar 4.10. (BAB IV) menunjukkan bahwa rangkaian tidak terpengaruh oleh torque yang ditunjukkan pada angka 7 garis torque berwarna hijau yaitu pada kedalaman 348.44 m (1143.176 ft), dan rangkaian tidak terpengaruh oleh stretch yang ditunjukkan pada angka 9 garis stretch berwarna biru yaitu pada kedalaman 500 m (1640.42 ft). Pada Tabel IV-15. (BAB IV) menunjukkan hasil pengukuran FPIT pada rangkaian terjepit I, dimana posisi letak titik jepit pada rangkaian terjepit I ini pada No.4 yaitu pada kedalaman 348.44 m (1143.176 ft) yang terletak pada HWDP.
2.1.2. Sirkulasi Dan Regang Lepas
Apabila kondisi jepitan masih memungkinkan untuk dilakukan sirkulasi, maka sebaiknya dilakukan sirkulasi intensif untuk menanggulangi problem pipa terjepit, dan selama sirkulasi ini juga dilakukan perbaikan sifat-sifat fisik lumpur. Sirkulasi secara intensif yang dilakukan ini bertujuan untuk membersihkan lubang bor (pengangkatan cutting), jika ada kemungkinan runtuhan dinding lubang bor. Sebagai upaya menanggulangi pipa terjepit maka sirkulasi intensif terus dilakukan sambil regang lepas rangkaian dengan overpull hook loads max sebesar 365 klbs.
Pada rangkaian terjepit I yang terjadi pada kedalaman 596 m (1955.375 ft) diawali dengan terjadinya loss circulation pada kedalaman 634 m (2080.052 ft) 907 m (2975.721 ft), yang terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa, dimana loss circulation ini disebabkan kenaikan tekanan hidrostatik lumpur pemboran secara tiba-tiba sebagai akibat dari surge effect yang menekan dan merekahkan formasi batuan yang terjadi karena operasional mencabut rangkaian pipa terlalu cepat melebihi batas kecepatan cabut rangkaian yang diijinkan (60 ft per menit).
Upaya sirkulasi dan regang lepas untuk membebaskan pipa terjepit pada rangkaian terjepit I tidak bisa dilakukan, yang telah dilakukan hanya meningkatkan overpull dari 50-75 klbs menjadi 100-200 klbs, tetapi rangkaian terjepit I ini tidak berhasil dibebaskan, karena overpull yang dilakukan sebesar 200 klbs tersebut lebih kecil dari berat beban tarikan rangkaian drillstring yang terjepit yaitu sebesar 243.424 klb, sehingga problem pada rangkaian terjepit I harus dilakukan back off dan selanjutnya dilakukan pemboran trayek 12¼” side track drilling. Tidak ada operasi fishing job setelah back off dilakukan karena rangkaian pipa yang tertinggal didalam lubang bor terlalu panjang, dan jika dilakukan fishing job bisa menyebabkan fishing tools terjepit lagi pada lubang bor.
2.2. Analisa Penanggulangan Rangkaian Terjepit II
2.2.1. Sirkulasi Dan Regang Lepas
Apabila kondisi jepitan masih memungkinkan untuk dilakukan sirkulasi, maka sebaiknya dilakukan sirkulasi intensif untuk penanggulangan problem pipa terjepit, dan selama sirkulasi ini juga dilakukan perbaikan sifat-sifat fisik lumpur. Sirkulasi secara intensif yang dilakukan ini bertujuan untuk membersihkan lubang bor (pengangkatan cutting), jika ada kemungkinan runtuhan dinding lubang bor. Pada rangkaian terjepit II yang terjadi pada saat operasi cabut rangkaian pipa bor dari kedalaman 584 m (1916.010 ft) trayek 12¼” side track drilling, lalu pipa terjepit pada kedalaman 395 m (1295.900 ft).
Pada rangkaian terjepit II ini upaya penanggulangannya dilakukan dengan menaikkan rate dan tekanan pompa, menaikkan mud weight dari 9.0 ppg menjadi 9.2 ppg, menggunakan lumpur HiVis untuk mengangkat cutting coals yang menyumbat lubang, sambil dilakukan regang lepas (jar down) untuk membebaskan rangkaian terjepit II dan berhasil.
KESIMPULAN